Oleh: Sarah Ratu Satriavi, 13 tahun
(BWS Depok)
Sunny.. Sunny.. jantungku berdetak tiap kuingat padamu…
Lirik lagu Sunny nya BCL buat aku teringat dengan my sunny yang nggak akan pemah bisa kulupakan sampai saat ini. But, lagu Sunny yang dinyayikan BCL itu indah kan? Kalau sunny ku bukannya indah, tapi malah benar benar membuat aku jengkel dan pingin muntah setiap mengingatnya (benar benar pengalaman yang sangat mengerikan!). Huh, sebenarnya aku males banget kalau harus nyeritain semuanya. Daripada nanti aku malah jadi terbawa emosi dan jadi marah marah sendiri. Tapi, biarlah. Kalian juga pasti mau dengar kan?
Waktu itu, baru beberapa hari aku menjadi murid SMP. Temanku yang bernama Arra -lah yang pertama kali mengatakan aku ini mirip dengan my sunnv dan sepertinya cocok. Lalu, karena Arra itu sangat supel, jadilah seluruh murid sekelas setuju bahwa aku mirip dengan si sunny itu dan memasangkan aku dan dia (Biar nggak ribet, sunny-ku diberi nama samaran aja. Namanya, Mute, karena dia itu imut dan keren! Juga bikin kesel).
Nggak hanya itu, setiap ada hal hal yang menyangkut aku dan Mute, pasti mereka selalu menyoraki kami dengan kata 'ciee'. Siapa coba yang nggak jengkel kalau tiap hari disoraki seperti itu. Karena hal itu juga, aku jadi nggak bisa menjalin hubungan wajar sebagai teman dengan Mute. Aku nggak pernah ngomong sepatah kata pun padanya dan dia juga begitu (gimana mau bicara kalau setiap bertemu muka, selalu memalingkan muka). Aku juga jadi harus bersusah payah untuk menghindar dan berdoa supaya jangan sampai aku sekelompok dengannya dan hal hal lain yang intinya aku bersama dia (bisa di 'ciee' in nanti).
Sampai pada suatu hari yang sampai saat ini nggak akan pernah bisa kulupakan, Jumat. Hari dimana sebelum PENSI yang diadakan di SMP-ku dan sebelum hari ketika benih benih cintaku mulai tumbuh.
Saat itu, biasanya, sebelum memulai belajar kami selalu membaca surat pendek yang dipimpin dengan orang yang berbeda sesuai absen setiap harinya. Kebetulan, hari ini adalah gilirannya Mute. la pun maju ke depan kelas dan berdiri tepat satu meter di depan mejaku yang terletak paling depan dan di barisan tengah. Yang terjadi? Semua teman sekelasku langsung menyoraki kami nyaring dan nggak cuma sekali melainkan berkali kali. Mungkin ada 15 menit. Tapi, selama itu apa yang kulakukan? Nggak ada! Nggak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan mukaku bersemu merah dan berusaha nggak menatapnya yang sepertinya wajahnya juga memerah. Saat itu aku benar benar BETE. Setelah itu, akibatnya, guruku yang mengajar pada saat itu pun jadi ikut ikutan meledekku seperti, "Mutenya mana?" atau kalau kami bertemu ketika pulang sekolah, "Kok nggak pulang bareng Mute?" Begitulah setiap bertemu, bikin aku tambah pusing!
Aku nggak pernah nyangka kalau harus merasakan cinta secepat ini. Padahal tadinya kupikir aku nggak akan menemukan sunny -ku sebelum usiaku 17 tahun. Tapi, sesuatu yang akan terjadi memang nggak akan bisa dideteksi meski sudah memakai alat tercanggih abad ini. Kadang hal itu sampai membuat kita tercengang kaget karena sangat di luar dugaan. Seperti hainya denganku. Aku nggak pernah berpikir kalau hal ini akan rnenimpa diriku. Hari ini hari Sabtu. Seperti yang sudah kubilang, ini adalah hari di mana benih cintaku mulai tumbuh dan yang rnembuat aku juga menyesal. Sangat.
PENSI yang dilangsungkan di SMP-ku cukup meriah karena inengundang RAMA band. PENSI tersebut dimulai pukul 09.00 pagi. Aku yang benar-benar malas dan ilfil, hanya duduk di pinggir lapangan bersama para sahabatku. Lalu, aku mendengar seorang cewek anak kelas tiga memanggil manggil Mute dengan nada yang... buat aku pingin muntah. Tapi, di luar dugaan Mute malah membalas sapaan cewek itu dengan tawa yang sangat asli dari lubuk hati dan membuatnya terlihat…keren? Melihatnya, aku jadi merasa kesal. Lho kok? Aku juga bingung kenapa. Am I jealous?
Kira kira jam 5 sore aku dan temanku Dyan pulang setelah berhasil melihat penampilan RAMA band. Sesampainya di sebuah gang kecil menuju rumahku, entah kenapa tiba tiba aku teringat dengan peristiwa nyebelin tadi.
"Hub, masa Mute ngasih tawa yang begitu piip pada cewek yang kegenitan itu sih? Nyebelin!" Gerutuku tanpa sadar.
Setelah puas menumpahkan semua kekesalan yang ada di hati, barulah aku sadar dan kaget. Kenapa aku sampai begini sewot hanya karena hal ini? Aku kan bukan siapa siapanya Mute dan nggak ada urusan apapun. Tapi, kenapa hati ini terasa begitu panas? Apa mungkin ini yang namanya cemburu? Kalau iya apa itu berarti aku suka padanya? Impossible! Apa disoraki tiap hari itu berpangaruh pada tumbuhnya cinta?
Akhirnya aku pun mengakui kalau aku memang benar benar suka padanya. Lalu, mulailah hari hariku yang penuh dengan dia. Sekarang aku malah jadi sangat sangat bersyukur pada Tuhan karena aku bisa sekelas dengannya (padahal dulunya selalu mengeluh, coba kalau nggak sekelas, mungkin masa kelas satu SMP-ku kan nggak akan hancur). Tiap hari di sekolah, kalau dia belum datang, aku pasti sangat cemas dan berdoa supaya dia datang meski terlambat. Selama di kelas aku juga sering curi curi pandang. Lalu, yang tadinya aku selalu menghindar habis habisan dan memohon agar jangan sampai sekelompok, kini setiap ada pembagian kelompok aku selalu berharap agar dapat sekelompok dengannya meski cuma sekali dan sampai malamnya, aku. masih memikirkan dia. Aah.. rasanya aku benar benar dibuat mabuk oleh cinta!
Mute merupakan seseorang yang istimewa selama masa masa sulit dalam kehidupanku. Setiap hari, cintaku pada Mute makin bertambah yang buat aku jadi kerepotan mengurusinya. Tapi, aku senang dapat memiliki rasa ini. Rasanya, hidupku ini jadi terasa lebih bermakna. Lalu, aku. membaca sebuah novel dan menemukan kata kata:
Untuk apa kamu begitu memikirkan dia? Belum tentu dia memikirkan kamu.
Setelah membacanya, aku jadi teringat pada diriku yang kapanpun selalu memikirkan dia. Aku jadi ragu, betul juga sih. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku benar benar nggak bisa melepas bayang wajahnya dari benakku.
Sampailah pada suatu hari, ketika aku kena remedial matematika dan dia juga. Guru matematika menyuruh kami membawa jangka pada saat remedial karena akan ada soal yang mengharuskan kami memakai jangka. Aku yang memang selalu siap dengan jangka di tempat pensil, tak masalah. Tapi, ternyata Mute tidak membawa. la dan temannya Restu pun berkeliling menanyakan satu persatu anak yang tidak kena remedial. Dan sampailah pada mejaku. Restu sudah mendapatkan pinjaman jangka dari sahabatku yang duduk sebangku denganku sementara Mute belum. Lalu dengan nada meledek, Restu menyuruhnya meminjarn jangkaku. Tapi dia malah bilang, "Nggak ah," dengan sikap anak yang super manja. Ugh, mulai dari situlah aku jadi sebel banget dan membenarkan kata kata di novel yang kubaca. Dari sikapnya tadi, ketahuan banget kalau dia sama sekali nggak peduli padaku. (Atau peduli?)
Yang pasti, aku benar benar sangat menyesal menyukainya. Dia yang setiap saat kubayangkan dan kupikirkan tenyata sangat sangat jauh dari harapanku. Pokoknya aku merasa sangat kesal dan saat itu juga aku berusaha menghapus semua bayang, wajah, dan namanya dari otakku dengan susah payah karena 50% hatiku benci padanya dan 50% hatiku masih suka padanya. Tapi aku nggak boleh dibodohi oleh cinta! Aku harus berusaha menghapus semua tentangnya dari ingatanku.
Waktu terus berputar, seiring dengan cintaku yang makin surut kemudian hilang bahkan lupa kalau aku pernah merasakan cinta. Sekarang pun kalau aku ingat, aku pasti super super super mual dan pingin muntah! Huh, my first love? Sama orang yang manja? Kayak nggak ada cowok lain aja!
Yaah tapi meski buruk, aku juga nggak bisa ngelupain pengalaman ini begitu saja karena ini adalah pengalaman my first love. Meski cuma cinta monyet alias puppy love (yang bikin bete pula), gak apa. Aku harus berterimakasih nih dengan Arra dan teman sekelasku yang lain. Sebab, kalau mereka nggak ada dan nggak menyorakiku tiap hari, entah sampai kapan aku baru bisa merasakan sunny.
Based on true story
Copyright@2008 by BWS, dilarang meng-copy tanpa izin tertulis dari BWS