Friday, October 22, 2010

Kado untuk Rina

Oleh: Dwisyah Nabila, 13 tahun
(BWS Garut)

Tak terasa bulan Ramadhan telah tiba. Bulan yang penuh berkah dan penuh cinta. Setiap umat Islam sangat gembira menyambut bulan ini. Begitu juga dengan Rina, cewek cantik berkulit hitam manis. Ia selalu rutin mengikuti pesantren di mesjid dekat rumahnya setiap bulan Ramadhan. Rina sangat senang bergaul dengan para santri yang mengikuti pesantren kilat itu. Banyak santri santri yang berbeda sekolah dengan Rina.

Di pesantren, Rina mempunyai beberapa teman. Ia mengenal seorang cowok yang sebaya dengannya. Namanya Ari. Rina dengar Ari adalah ketua Rohis di sekolahnya. Rina mengetahui hal itu dari Dimas, teman satu sekolah Ari. Pertama kali bertemu dengan Ari, Rina merasa ada sesuatu yang berbeda dari cowok itu.

Badan Ari tinggi semampai, kulitnya hitam manis, rambutnya belah tengah, dan murah senyum. Memang tampang Ari kadang seperti anak culun, tapi kalau soal agama, dia jagonya!!! Kata Dimas, Ari benar benar taat beribadah, sholat lima waktu tidak pernah ditinggalkannya. Jika ada waktu luang di sekolah, selalu diisi Ari dengan membaca A[ Quran.

Kata Dimas lagi, walau guru lagi nggak ada, dan semua teman di kelasnya pada ribut – ada yang ngegosip, ada yang main kertas, ngobrol, kejar kejaran, dan lain-lain, tapi Ari malah mengambil Al Qur`an dan membacanya dengan khidmat. Melihat itu semua teman temannya menjadi heran. Bahkan banyak yang menganggap Ari itu sok alim.

Jika berbicara dengan cewek, Ari selalu memelankan suara dan menundukkan kepala. Semua cewek di kelasnya tidak ada yang bisa nyambung kalau ngomong sama Ari. Entah karena apa, mungkin Ari selalu lamban dan hati-hati kalau bicara.

Ahh…apapun yang dikatakan Dimas tentang Ari, Rina memang udah jatuh cinta sama Ari. Selama mengenalnya di pesantren kilat, Rina melihat Ari sebagai cowok yang sangat baik, lembut, dan murah senyum. He’s my irst love gitu loh! Rina jadi rajin mengorek informasi tentang Ari dari Dimas.

"Rin, kenapa sih tiap hari nanyain Ari mulu?" tanya Dimas suatu kali seusai kegiatan pesantren kilat.

Rina tersenyum. "Eh, Dim. Sstt…mau gak kamu nyomblangin aku sama Ari?"

Dimas terperangah. "Masya Allah, Rin. Ini kan bulan puasa! Orang orang sibuk nyari pahala, kamu malah sibuk nyari pacar."

Rona merah langsung menghiasi kedua pipi Rina.

"Eh, tunggu dulu,” ujar Dimas. “Tadi kamu bilang mau dicomblangin sama siapa? Sama ... Ari?"
Rina mengangguk pelan.
"Yang bener, Rin? Kamu kan tahu Ari itu kayak gimana. Dia itu alim banget. Kerjaannya ibadah melulu, mana sempat pacaran?”
"Makanya bantuin aku dong, Dim," kata Rina, tanpa malu-malu.
Dimas cuma geleng-geleng kepala.
“Please dong, Dim. Itung itung lo ngebantuin temen, kan pahala juga," Rina jadi memohon.
Akhirnya karena dipaksa, Dimas pun mau. “Tapi dengan satu syarat. Kalau Ari nolak, kamu harus bisa terima dengan lapang dada,” kata Dimas. Rina langsung setuju.
Sepulang sholat tarawih, Dimas memberikan sepucuk surat kepada Ari. Ari menerimanya dan langsung membaca isinya di depan Dimas. Kemudian cowok itu berpikir sejenak, lalu melipat surat itu.
“Kenapa Ri?" tanya Dimas heran. Setahunya surat itu berisi pernyataan cinta Rina. Tapi mengapa reaksi Ari hanya seperti itu.
"Ehm. Tolong katakan pada Rina, aku tidak bisa menerimanya,” ujar Ari to the point. “Tepi katakan dengan baik baik ya, Dim." Ari memberikan kembali surat itu kepada Dimas.
“Kamu gak pikir pikir dulu, Ri?"
Ari menggelengkan kepala.
"Lalu suratnya mesti diapain?"
"Kembalikan lagi saja pada Rina," kata Ari, kemudian pergi meninggalkan Dimas.
Dimas benar benar heran dengan sikap Ari. Memangnya Rina kurang apa? Cewek itu jelas-jelas cantik, manis, dan pintar. Banyak cowok yang suka padanya. Apa sih alasan Ari menolak Rina? Cowok itu hanya sekali membaca surat itu lalu dengan cepat memutuskan jawabannya.
Sebelum pulang, Dimas sempat membaca isi surat Rina. Sebuah surat yang indah, berisi pernyataan cinta Rina untuk Ari. Duh, bukankah kalau seorang cewek menyatakan perasaannya pada cowok, sama dengan menjatuhkan harga dirinya? Kasihan Rina. Dimas bingung bagaimana harus mengatakan pada gadis itu.
Dimas sempat mengelak dari Rina. Tapi lama-lama, tak ada lagi kesempatan untuk mengelak. Rina bertanya dengan mimik tak sabar. "Di, gimana jawabannya?"
"Eh, maaf ya Rin," jawab Dimas sedih.
"Maaf gimana?" tanya Rina semakin tidak sabar.
"Ari bilang, dia menolak dan ia mengembalikan surat ini padaku," Dimas menunjukkan surat itu.
Rina benar benar kaget dan dengan cepat ia mengambil suratnya dari tangan Dimas. “Apa dia sudah membaca isinya?" tanya Rina lagi.
Dimas mengangguk. Mendengar itu Rina, benar benar kecewa. Mengapa Ari seperti itu?
Ternyata Rina tidak gampang putus asa. la terus mengejar cintanya. Rina rnelakukan berbagai hal mulai dari mengirim surat, memberikan hadiah, dll, kepada cowok pujaannya. Tapi seperti diduga Dimas, semuanya sia sia. Ari tidak merespon apa apa. Kelakuannya tetap sama, bahkan ia jadi lebih menjauhi Rina. Rina kecewa, akhirnya ia menyerah. Rasa cinta yang semula membuncah di hati Rina, malah berubah jadi benci. Rina mengingkari janjinya pada Dimas untuk bisa berlapang dada menerima kenyataan ini.
Dan cinta Rina berakhir saat lebaran tiba. Saat itu juga, Ari bersama ternan temannya datang bersilaturrahmi pada Rina. Dimas sangat kaget ketika Ari ingin meminta maaf pada Rina, gadis itu malah menolaknya dengan ketus. Ari tidak marah, ia hanya tersenyum lalu pergi. Dimas jadi bingung, setahunya Rina kan suka sama Ari. Kok sekarang jadi benci?
"Rin, kok kamu gitu sama Ari. Kan maksudnya baik meminta maaf,” kata Dimas.
"Biarin aja, biar dia ngerasain gimana rasanya dicuekkin sama orang," kata Rina kesal, kemudian pergi meninggalkan Dimas.
Dimas berpikir, kelakuan Ari memang keterlaluan. Tapi Dimas yakin, ada maksud tertentu atas semua sikap yang ditunjukkan Ari kepada Rina.
Sejak saat itu, Rina sering menjelek jelekkan Ari. Dia bilang Ari itu sok sok alim, sok suci, dan sebagainya. Ari yang mendengar semu itu, diam saja. Ia tidak menanggapi semua omongan teman teman tentangnya. Hingga suatu hari, sepulang sekolah, Ari sengaja datang ke sekolah Rina. la menunggu Rina di depan pintu gerbang sekolahnya.
Rina yang sedang berjalan sendirian, sangat kaget melihat Ari sudah berdiri di pintu gerbang. Buat apa cowok itu datang ke sini? Rina berusaha mengacuhkan Ari. Ia terus berjalan, melewati cowok itu dan menganggapnya angina lalu.
Tak disangka, Ari memanggilnya, "Rina!"
Rina terpaksa menghentikan langkahnya.
"Bisa kita bicara?" tanya Ari pelan.
Mendengar itu, Rina menolak. Tapi karena Ari terus memohon, akhirnya gadis itu pun mau.
“Aku cuma mau ngasih surat ini," kata Ari sambil memberikan sebuah amplop kepada Rina.
Rina menerimanya dengan hati deg-degan. Sebenarnya, ia belum benar-benar membenci Ari. Ia masih menyimpan perasaan pada Ari.
"Aku harap kamu mau membaca surat itu dan tidak berprasangka buruk. Oh ya, satu lagi," Ari mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah kado yang dibungkus rapi. "Ini buat kamu."
Rina tidak bisa berkata apa apa. Ia menerima saja kado itu dengan tatapan bertanya.
"Maaf ya, Rin, atas kelakuanku selama ini. Aku harap kamu bisa ngerti. Ehm ... aku harus cepat pulang, ibu pasti sudah menunggu. Kamu juga ya. Assalamu’alaikum," kata Ari kemudian pergi.
"Waalaikumsalam," jawab Rina pelan.
Malam harinya, Rina gelisah. Ia belum membaca surat dari Ari maupun membuka kadonya. Ia masih bingung, apa maksud Ari sebenarnya. Apa cowok itu ingin agar ia tidak membicarakan hal-¬hal buruk tentang Ari lagi? Rina bingung, ia harus membaca suratnya dulu atau membuka hadiahnya? Akhimya Rina membuka amplop surat itu dan membaca isinya.


Assalamu’alaikum,
Rina, sekali lagi Ari mau minta maaf atas kelakuan Ari pada Rina. Sebenarnya Ari baru pertama kali mendapat surat cinta. Ari bersyukur ternyata ada orang yang begitu mengagumi Ari.
Ari juga tidak marah pada Rina yang telah menjelek jelekkan Ari.
Maaf ya, Ari bicaranya lewat surat. Ari gak berani ngomong langsung ke Rina. Kalau Rina masih bingung mengapa Ari menolak cinta Rina, Rina boleh membuka hadiahnya. Ari harap, Rina mengerti maksud Ari. Sekali lagi Ari minta maaf ya, Rin. Semoga suka dengan kadonya.
Wassalamu’alaikum.

Begitulah isi surat Ari. Rina jadi merasa bersalah telah menjelek jelekkan Ari di depan teman temannya. Rina pun segera membuka kado itu. Sebuah buku berjudul: ‘Sekuntum Mawar Untuk Remaja’ karya Ust. Jefri Al Bukhori.
Rina membaca buku itu. Di dalam buku itu berisi hal hal tentang pergaulan remaja. Buku itu perlahan membuka hati Rina.
Sekarang Rina benar benar mengerti maksud Ari. Setelah membaca buku itu, ia mengerti tentang pacaran menurut Islam. Bahwa pacaran itu tidak bermanfaat. Pacaran yang indah, adalah yang dilakukan setelah menikah.
Rina benar benar merasa bersalah pada Ari. Tapi ia juga berterima kasih pada Ari. Kado dari Ari adalah kado yang sangat spesial, yang dapat menyadarkan dan mengajarkannya banyak hal. Rina benar benar bersyukur pernah mengenal dan mencintai cowok seperti Ari.

Based on true story

Copyright@2008 by BWS, dilarang meng-copy tanpa izin tertulis dari BWS