Friday, October 22, 2010

Cinta Azka

Oleh: Mulandari Palupi, 16 tahun
(BWS Bandung)

Cinta adalah hak seseorang untuk mengikuti kata hatinya

Sekolah heboh. Azka si cewek alim dan pintar tiba-tiba jadi seleb dadakan.
“Ka, lo jadian ama Adam? Yang bener?” teriak Vinny, cewek paling gaul di sekolah.
“Siapa sih yang ngegosipin elu sama Adam?” tanya Marcella, sinis. Marcella adalah anak band yang diam-diam menyimpan suka pada Adam sejak lama.
“Gosip apa gosip? Yang bener dong kalo bikin gosip,” sindir Aldien, yang masih satu geng dengan Marcella dan Vinny.
Tatapan mereka semua heran, takjub, dan dibumbui sedikit sirik. Siapa sih cewek yang nggak suka sama Adam? Adam termasuk cowok paling keren di sekolah. Jago bowling, juara balap renang tingkat SMU, drummer band sekolah, juga aktif di OSIS – meskipun bukan ketua umumnya. Adam berpostur tinggi – sekitar 180 cm. Bodinya proporsional. Kulitnya putih, matanya sipit, senyumnya manly banget, mirip-mirip Rain si bintang iklan shampoo anti ketombe.
Sedangkan Azka? Ummh…
Wajah Azka nggak jelek-jelek amat, memang. Kalau dilihat lebih seksama, manis juga lho. Tapi untuk mendapatkan Adam sebagai pacar? Nggak banget deh. Nggak matching. Kalau mereka lagi jalan berdua, nggak enak dilihat, pokoknya. Apalagi, Azka sangat alim di sekolah. Nggak pantes aja seorang cewek alim mau-maunya pacaran dengan anak segaul Adam.
Tapi, nampaknya itu bukan gossip. Adam dan Azka benar-benar pacaran! Mereka berdua sering jalan bareng sepulang sekolah. Malah suka ketahuan pegang-pegangan tangan segala.
“Nggak ngaca banget ya, si Azka itu?” komentar teman-temannya Azka, yang memendam perasaan dengki.
Resty, teman sebangku sekaligus sahabatnya Azka, lama-lama ikut gatal kuping juga. Ia penasaran, kenapa Azka dan Adam bisa pacaran. Padahal mereka ibaratnya jauh bagaikan bumi dan langit.
“Ka, emang bener ya lo jadian ama Adam?” tanya Resty, gatal.
Azka diam saja. Pipinya merona merah.
“Jadi bener?” desak Resty.
Azka masih diam. Dan diamnya itu telah menjelaskan semuanya bagi Resty.
Meskipun sudah jelas Azka dan Adam jadian, itu tak menghentikan orang-orang untuk berkomentar. Kenapa harus Azka yang dipilih Adam? Di SMU ini, begitu banyak cewek yang cantik, yang lebih sepadan untuk Adam. Ada Egi, ketua paskibra sekolah, yang tampangnya nggak kalah sama Agnes Monica. Ada Terra, jago karate yang modis dan lincah, ketua klub pecinta alam. Ada Vivian, model dan bintang sinetron masa depan. Ketiganya sama-sama naksir Adam sejak lama. Belum lagi cewek-cewek cantik lainnya yang tak bisa disebutin satu per satu.
Kenapa harus Azka? Oke, Azka memang pintar, juara kelas – itu kelebihannya. Tapi yang juara kelas kan bukan cuma Azka. Ada Dewi, juara kelas sebelah yang punya senyum manis dan lesung pipit. Kenapa nggak Dewi?
“Karena guelah yang sekelas ama Adam,” jawab Azka saat Resty menyinggung hal itu.
Resty melongo. “Apa hubungannya sekelas sama Adam dengan jadian sama dia?”
Azka menundukkan wajahnya. Hela nafasnya terdengar panjang. “Kita akan tahu jawabannya selepas ujian akhir nanti,” putus Azka.
“Oke, jadi semuanya masih misteri,” gumam Resty. Ia pun menunggu.
Jawaban itu terlontar tiga bulan kemudian, ketika ujian akhir kelas tiga selesai digelar.
Azka datang ke rumah Resty, dan menangis tersedu-sedu.
“What’s up?”
“Dugaan gue benar, Res. Adam mutusin gue tadi malam, tepat setelah ujian akhir selesai.”
“Hah?” Resty menatap tak percaya.
“Iya.”
“Tunggu, gue masih belum ngerti. Kenapa Adam tiba-tiba mutusin lo, Ka? Any reason?”
Azka menggeleng sedih. “Nggak ada alasan apapun. Adam bilang, dia cuma ingin putus. Itu aja. Dan gue udah tahu ini bakal terjadi. Hanya saja, gue nggak menyangka bakal secepat ini. Gue kira, dia baru mau mutusin gue nanti setelah kita semua lulus SMU.”
“Kok elo udah nyangka bakal putus?” heran Resty.
“Karena gue tahu, Adam nggak benar-benar suka sama gue. Dia hanya….” Azka menutup muka dengan kedua telapak tangannya, mulai menangis. “Dia hanya ingin manfaatin gue.”
Resty masih belum mengerti sepenuhnya. “Manfaatin lo, maksudnya?”
“Awalnya gue nggak curiga waktu Adam nyatain cinta. Gue kira itu hal wajar. Cinta kan bisa datang kepada siapa aja. Meski gue nggak cantik, bisa saja kan guelah tipe cewek yang disukai Adam. Tapi setelah satu sekolah heboh mempertanyakan ini, gue jadi mengukur diri sendiri. Gue mulai bertanya, apa benar Adam suka? Lalu apa yang membuat Adam suka? Gue nggak cantik. Gue hanya juara kelas, tak punya kelebihan lain. Lalu saat lo bertanya, kalau Adam suka ama cewek pintar, kenapa nggak milih Dewi? Waktu itu gue berpikir, iya juga ya, kenapa nggak Dewi? Secara fisik Dewi cantik. Kenapa harus gue? Pertanyaan itu terus menghantui. Akhirnya, gue menyimpulkan kalau Adam memilih gue karena guelah cewek pintar yang sekelas sama dia. SEKELAS, Res. Sekelas berarti fasilitas. Gue bisa jadi fasilitas Adam buat sukses ujian akhir!”
Resty terbengong-bengong mendengar jalannya logika Azka.
“Dan lo tau, Res?”
“Apa?”
“Sewaktu ujian akhir, Adam merayu gue untuk ngasih dia contekan semua mata pelajaran.”
Bola mata Resty membesar. “Trus. Lo kasih?”
Azka mengangguk pelan. “Lo tahu kan, waktu ujian, gue dan Adam deketan, karena tempat duduk diatur berdasarkan abjad nama. Jadi mudah banget bagi Adam untuk ngedapetin contekan dari gue.”
“Jadi bener ya…lo udah dimanfaatin?”
Azka tersenyum pahit. Menganggukkan kepala.
“Kalo tahu begitu, kenapa lo mau nerusin hubungan? Kenapa nggak mutusin Adam sejak awal?” tanya Resty, berapi-api. Nggak terima sahabatnya dipermainkan cowok.
“Karena gue suka sama Adam, Res. Gue masih ingin menikmati kebersamaan dengannya. Meski hanya sesaat. Dan sekarang, semua udah berakhir.”
Resty menggeleng-gelengkan kepala. Kepada siapa ia harus kesal – Adam ataukah Azka?
Dua minggu kemudian, hasil ujian akhir diumumkan. Nilai-nilai Adam untuk semua mata pelajaran, ternyata sama persis dengan nilai-nilai yang diperoleh Azka. Hanya beda sedikit angka di belakang koma.
Resty menepuk bahu sahabatnya, berharap Azka tetap kuat.
Dan di depan sana, Adam sedang tertawa gembira. Dia lulus ujian akhir dengan nilai-nilai tinggi. Di sisinya, Cindy – siswi cantik berambut pirang – tengah memeluknya. Dua insan itu tampak mesra dan bahagia. Tanpa gosip pun, semua orang tahu bahwa Adam dan Cindy sudah jadian.
Seorang siswa nyeletuk, “Adam kan memang udah lama dijodohin orangtuanya ama Cindy. Denger-denger, kalau Adam dapat nilai-nilai bagus dan diterima di universitas bergengsi, ia akan langsung dinikahkan dengan Cindy dan mewarisi perusahaan property milik ayahnya Cindy.”
“Wuih, enak banget yah jadi si Adam,” timpal siswa-siswa yang lain.
Azka dan Resty mendengar percakapan itu dengan jelas. Resty segera menarik lengan Azka, menjauh dari tempat itu. “Lo udah dimanfaatin Adam buat ngedapetin Cindy, Ka.”
Azka mengangguk sedih.
“Gue nggak nyangka Adam setega itu,” lanjut Resty.
Mereka terdiam.
“Lo menyesal?” tanya Resty kepada Azka.
Azka menghela nafasnya dalam-dalam. Lalu menggeleng. “Nggak, Res. Gue nggak menyesal jatuh cinta sama Adam. Gue malah bersyukur. Gue udah diberi kesempatan mencintai Adam, dengan cara yang diinginkannya. Gue bersyukur, diberi kesempatan ngasih sesuatu ke orang yang gue sayangi. Meski akhirnya gue disakiti dan nggak bisa memiliki.”
“Ah, basi banget sih lho.”
Azka tersenyum dan menghapus air matanya. That’s what we called love, Res…You won’t understand until you really fall in it…

Based on true story

Copyright@2008 by BWS, dilarang meng-copy tanpa izin tertulis dari BWS