Oleh: Sekar Ayu Melati, 15 tahun
(BWS Bekasi)
Biarlah cinta pertamaku
Hanya ada dalam diary hatiku
Aku benar benar putus asa.
Aku tidak tahu lagi harus bagaimana agar bisa merasakan 'kesengan masa remaja' yang dibilang teman temanku. Maksudku, teman temanku sudah pernah berpacaran tapi aku belum. Hal yang dulu tidak menjadi masalah, sekarang justru menjadi masalah besar.
Apa sebenarnya yang salah dariku? Masuk SMA tampaknya mengubah segalanya, bahwa kini pacaran menjadi sesuatu yang sangat penting. Sepertinya, seorang abu-abuers tidak bisa diterima kalangan sesama jika belum berpacaran. Ahh…kalau begitu sih, mendingan aku tetap berada di bangku SMP saja!
Selama ini aku bertahan dengan prinsipku bahwa setiap orang pasti punya kecantikan tersendiri dan pasti setiap orang akan dicintai. Tapi sepertinya prinsip itu harus kuingkari sendiri. Mungkin dunia hanya mencintai orang orang yang cantik dan popular, langsing dan imut. (Bukan berarti aku jelek dan gendut lho. Tapi yah, bisa dibilang aku ini bukan tipe gadis yang ideal-ideal amat untuk dapat gelar ‘cewek paling digilai di SMU’.)
Aku dan Dhita sahabatku sama sama mengalami krisis ini. (Jomblo, maksudnya). Kami hanya bingung, para cowok itu sebenarnya mau yang kayak apa sih? Untunglah kami tidak sampai merendahkan harga diri hanya demi cowok. Atau jangan jangan kami hanya dua orang bodoh yang terialu pilih pilih? Mungkin ada baiknya kami sedikit berubah. Mulai mau kenalan dengan cowok cowok di mall mungkin. Ah, tapi tidak. Itu bukan aku. Aku tidak akan berubah. Aku akan tetap teguh dengan prinsipku. Bahwa, you don’t have to change anything to win a perfect bofriend!
Berita bagusnya adalah aku dekat dengan gebetanku dan kami banyak melakukan. hal bersama. Kami tertawa bersama, dan kami pernah 'jalan' bersama. Beberapa kali aku dibayari olehnya saat kami naik angkutan umum. Dengannya, entah kenapa aku merasa seperti tahu... bahwa 'inilah pacaran'.
Berita buruknya, dia sudah punya ‘pacar sungguhan’. Lagipula teman-temannya mayoritas cewek. Teman temanku pun berkata dia agak seperti – eh – banci (?).
"Gue nggak ngerti kenapa lo suka dia. Dia itu rasanya agak melambai,” komentar Dhita, sahabatku. Melambai itu kurang lebih artinya band chong. Aku sedikit tersinggung, tapi terpaksa harus mengakui bahwa dia benar. Rasanya seleraku aneh. Atau jangan jangan, sejak masuk SMA seleraku berubah? Gebetan gebetanku dulu benar benar 'cowok' kok, nggak ada yang melambai.
Untunglah aku sadar sebelum benar benar 'serius jatuh cinta padanya'. Hih, lagipula dia tidak terlalu menyenangkan, kok. Apalagi sejak pertengkaran kecil kami yang dibesar besarkan olehnya. Hiperbol sekali dia.
Memikirkan ini aku jadi sadar, mungkin salah satu alasan Tuhan belum. memberiku cowok adalah karena aku masih bisa dibutakan cinta. Huwaaa... aku harus bersabar! FIGHT!
Hari ini aku berencana pergi ke mall dengan. Dhita. Kami janji ketemuan di Gramedia. Aku sendirian memasuki mall dan memandang lingkungan dengan sinis. Wah, wah... sekarang memang musim pacaran. Rasanya tidak pada tempatnya aku dan Dhita hang out sebagai sepasang sahabat tanpa pacar.
Aku sedang tidak bersemangat memikirkan gebetan terakhirku, juga tidak berharap bisa bertemu dengannya. di suatu tempat tiba tiba, jadi aku. memutuskan untuk tidak banyak berdandan. Tidak ada yang memotivasiku untuk merapikan dinku.
Tapi sebelum aku menguap lebar lebar saking membosankan dan keringnya hidupku, ekor mataku menangkap sesosok yang 'cowok abis' dengan sweater sporty warna bitam, tas selempang dan rambut yang sedikit berantakan, tidak dimodel, yang aneh aneh. Bisa dikatakan dia itu benar benar tipeku. Pasti akan menyenangkan kalau ternyata kami satu tujuan, seperti di komik komik atau novel novel romantis. Yah, aku hanya mencoba realistis, jadi aku tahu di dunia nyata tidak akan seperti itu.
Tapi tunggu, apa tidak aneh dia dan aku terus searah? Kami sudah naik ke lantai tiga dan dia tetap berada beberapa meter di depanku. Could it be?
Ternyata tidak. Begitu aku melewati bioskop, aku berhenti sebentar untuk melihat film apa yang diputar hari ini. Aku kehilangan jejaknya. Yah, ini memang dunia nyata.
Dengan malas aku masuk Gramedia, dan seperti biasa melangkahkan kakiku ke tempat komik baru. And guess who was there? Cogan itu! (cogan = cowok ganteng). Ternyata dia sama sama penggemar komik. Untung saja adikku menitip beli komik jadi aku punya alasan ikut melihat kornik komik baru dan membelinya (Bukan hanya melihat lihat dan terlihat miskin karena tidak membeli).
Karena aku juga suka komik, Naruto terutama, jadi aku pergi ke rak komik komik lama Naruto untuk melengkapi koleksiku. Tadinya hanya aku yang ada di sana, tapi kemudian datanglah dia! Aku tidak salting, karena bukanlah kebiasaanku untuk benar benar naksir pada orang yang baru pertama kulihat. Aku tidak percaya cinta pada, pandangan pertama.
Tapi tanpa sengaja, tanganku menyenggol jatuh salah satu komiknya. Malu, aku segera mengembalikannya ke rak. Yang terjadi kemudian adalah contoh nyata, belssing in disguise.
Belasan buku jatuh (oke, bukan belasan, tapi cukup banyak) ke lantai dengan suara, keras. Begitu malunya aku hingga dengan tergesa gesa memungutinya. Sebuah tangan yang besar membantuku merapikannya. Pemilik tangan itu adalah DIA yang aku tidak tahu namanya.
Tercekat, aku mengucapkan terima kasih, tapi sadar suaraku tidak kedengaran, karena tidak ada reaksi yang berarti darinya. Aku mengulanginya sedikit lebih keras, dan mendapat jawaban singkat. "Ya," ucapnya sambil tersenyum formal. Tiba tiba aku merasa beruntung.
Saat aku menceritakan ini pada sahabatku, dia berkomentar, "Sinetron banget sih loe." Bukan jawaban yang kuharapkan (karena yang kuharapkan adalah dia bilang "Komik banget sih loe.”) Tapi aku tahu dia dan siapapun yang kuceritakan pasti akan berkomentar begitu.
Kejadian ini tidak membuatku mendapatkan cowok yang kusukai, juga tidak membuatku bersemangat nyari cowok. Tapi kau tahu? Kejadian ini membuatku memutuskan, aku akan lebih menikmati kehidupanku dibanding terlalu memikirkan cowok. Siapa tahu kejutan kejutan manis seperti tadi akan datang lagi jika aku tidak memikirkannya! lya kan?
Based on true story
Copyright@2008 by BWS, dilarang meng-copy tanpa izin tertulis dari BWS